Lenong Jakarta
Posted by
Abi-C
on Friday, October 30, 2009
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Lenong adalah teater tradisional Betawi. Kesenian tradisional ini diiringi musik gambang kromong dengan alat-alat musik seperti gambang, kromong, gong, kendang, kempor, suling, dan kecrekan, serta alat musik unsur Tionghoa seperti tehyan, kongahyang, dan sukong. Lakon atau skenario lenong umumnya mengandung pesan moral, yaitu menolong yang lemah, membenci kerakusan dan perbuatan tercela. Bahasa yang digunakan dalam lenong adalah bahasa Melayu (atau kini bahasa Indonesia) dialek Betawi.
Lenong berkembang sejak akhir abad ke-19 atau awal abad ke-20. Kesenian teatrikal tersebut mungkin merupakan adaptasi oleh masyarakat Betawi atas kesenian serupa seperti "komedi bangsawan" dan "teater stambul" yang sudah ada saat itu. Selain itu, Firman Muntaco, seniman Betawi, menyebutkan bahwa lenong berkembang dari proses teaterisasi musik gambang kromong dan sebagai tontonan sudah dikenal sejak tahun 1920-an.
Lakon-lakon lenong berkembang dari lawakan-lawakan tanpa plot cerita yang dirangkai-rangkai hingga menjadi pertunjukan semalam suntuk dengan lakon panjang dan utuh.
Pada mulanya kesenian ini dipertunjukkan dengan mengamen dari kampung ke kampung. Pertunjukan diadakan di udara terbuka tanpa panggung. Ketika pertunjukan berlangsung, salah seorang aktor atau aktris mengitari penonton sambil meminta sumbangan secara sukarela. Selanjutnya, lenong mulai dipertunjukkan atas permintaan pelanggan dalam acara-acara di panggung hajatan seperti resepsi pernikahan. Baru di awal kemerdekaan, teater rakyat ini murni menjadi tontonan panggung.
Setelah sempat mengalami masa sulit, pada tahun 1970-an kesenian lenong yang dimodifikasi mulai dipertunjukkan secara rutin di panggung Taman Ismail Marzuki, Jakarta. Selain menggunakan unsur teater modern dalam plot dan tata panggungnya, lenong yang direvitalisasi tersebut menjadi berdurasi dua atau tiga jam dan tidak lagi semalam suntuk.
Selanjutnya, lenong juga menjadi populer lewat pertunjukan melalui televisi, yaitu yang ditayangkan oleh Televisi Republik Indonesia mulai tahun 1970-an. Beberapa seniman lenong yang menjadi terkenal sejak saat itu misalnya adalah Bokir, Nasir, Siti, dan Anen.
Terdapat dua jenis lenong yaitu lenong denes dan lenong preman. Dalam lenong denes (dari kata denes dalam dialek Betawi yang berarti "dinas" atau "resmi"), aktor dan aktrisnya umumnya mengenakan busana formal dan kisahnya ber-seting kerajaan atau lingkungan kaum bangsawan, sedangkan dalam lenong preman busana yang dikenakan tidak ditentukan oleh sutradara dan umumnya berkisah tentang kehidupan sehari-hari. Selain itu, kedua jenis lenong ini juga dibedakan dari bahasa yang digunakan; lenong denes umumnya menggunakan bahasa yang halus (bahasa Melayu tinggi), sedangkan lenong preman menggunakan bahasa percakapan sehari-hari.
Kisah yang dilakonkan dalam lenong preman misalnya adalah kisah rakyat yang ditindas oleh tuan tanah dengan pemungutan pajak dan munculnya tokoh pendekar taat beribadah yang membela rakyat dan melawan si tuan tanah jahat. Sementara itu, contoh kisah lenong denes adalah kisah-kisah 1001 malam.
Pada perkembangannya, lenong preman lebih populer dan berkembang dibandingkan lenong denes.
Tanjidor
Posted by
Abi-C
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Langsung ke: navigasi, cari
Tanjidor adalah sebuah kesenian Betawi yang berbentuk orkes. Kesenian ini sudah dimulai sejak abad ke-19. Alat-alat musik yang digunakan biasanya terdiri dari
penggabungan alat-alat musik tiup, alat-alat musik gesek dan alat-alat musik perkusi. Biasanya kesenian ini digunakan untuk mengantar pengantin atau dalam acara pawai daerah. Tapi pada umumnya kesenian ini diadakan di suatu tempat yang akan dihadiri oleh masyarakat Betawi secara luas layaknya sebuah orkes. Kesenian Tanjidor juga terdapat di Kalimantan Barat, sementara di Kalimantan Selatan sudah punah.
Ondel-ondel
Posted by
Abi-C
Labels:
ondel,
ondel jakarta,
ondel ondel jakarta
0
comments
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Langsung ke: navigasi, cari
Salah satu bentuk pertunjukan rakyat Betawi yang sering ditampilkan dalam pesta-pesta rakyat adalah ondel-ondel. Nampaknya ondel-ondel memerankan leluhur atau nenek moyang yang senantiasa menjaga anak cucunya atau penduduk suatu desa.
Ondel-ondel yang berupa boneka besar itu tingginya sekitar ± 2,5 m dengan garis tengah ± 80 cm, dibuat dari anyaman bambu yang disiapkan begitu rupa sehingga mudah dipikul dari dalarnnya. Bagian wajah berupa topeng atau kedok, dengan rambut kepala dibuat dari ijuk. Wajah ondel-ondel laki-laki di cat dengan warna merah, sedang yang perempuan dicat dengan warna putih. Bentuk pertunjukan ini banyak persamaannya dengan yang terdapat di beberapa daerah lain.
Di Pasundan dikenal dengan sebutan Badawang, di Jawa Tengah disebut Barongan Buncis, sedangkan di Bali lebih dikenal dengan nama Barong Landung. Menurut perkiraan jenis pertunjukan itu sudah ada sejak sebelum tersebarnya agama Islam di Pulau Jawa.
Semula ondel-ondel berfungsi sebagai penolak bala atau gangguan roh halus yang gentayangan. Dewasa ini ondel-ondel biasanya digunakan untuk menambah semarak pesta- pesta rakyat atau untuk penyambutan tamu terhormat, misainya pada peresmian gedung yang baru selesai dibangun. Betapapun derasnya arus modernisasi, ondel-ondel ternyata masih tetap bertahan dan menjadi penghias wajah kota metropolitan Jakarta.
Jakarta Betawie
Posted by
Abi-C
on Thursday, October 29, 2009
Labels:
About Jakarta,
Betawie,
Jakarta Betawie
0
comments
As is the case with other ethnic groups, the Betawi group is well integrated in the life of the city. In certain areas their cultural expressions in tradition and art forms are more distinct. In fact since the early 1970's the Betawi cultural art forms have been given much attention by the Government and with the rise of the tourism industry these art forms are experiencing a new impetus to flourish.
As the nation's capital, Jakarta is able to show all the various art forms of all the regions and ethnic groups in the archipelago. And to realize this idea in line with the motto Bhinneka Tunggal Ika ( Unity in Diversity ), the regional government feels obliged to develop all traditional art forms as equitably as possible with the local Betawi art forms as host hesding the rest.
To see for themselves what and now those Betawi art forms are, you can go to any travel agent and ask for tour to a " Betawi Cultural Institution " to catch a glipse of the " real thing ". Or you can visit the Jakarta pavillion at Taman Mini Indonesia Indah ( Beautiful Indonesia in Miniature Park ) which has long been showing Betawi ceremonies such as the Betawi wedding ceremony, the circumcision procession, the baby head - shaving ceremony etc. As mentioned before, the Betawi group emerged in the 19th century from the melting pot of races, ethnic groups and cultures. Today the Betawi culture has a distinct personality of its own, but one can discern the various influences of other cultures by looking or listening to its art form.
The Tanjidor orchestra is certainly inharited from Dutch land - owners and the Gambang Kromong and Cokek dance originated in the residence of wealthy Chinese traders and merchants. The Betawi Cokek dance shows Balinese influence in the movement of the dancers and the style of playing the gamelan. This style of playing the gamelan can also be observed in the gamelan orchestra accompanying the Wayang Kulit Betawi show. The Portuguese speaking community has also left its inheritance, the Kroncong Tugu with its popular songs Nina Bobo, Kaparinyo and Kroncong moritsko is said to be the origin of the popular Kroncong orchestra of to-day.
The javanese presence since the 17th century has left its mark too on the Betawi music, dance and theatre, Wayang Kulit Betawi and Lenong are examples of this influence.
A major influence on the Betawi culture is Islam, the religion of the majority of the people. The Rebana orchestra, the Gambus orchestra, the Zapin or Japin dance are Islam inspired art forms.
People and Culture
Posted by
Abi-C
Labels:
About,
About Jakarta,
jakarta
0
comments
The City’s dominant populations are come from the surrounding areas of Java, Many parts of Sumatera, Bali and Sulawesi. Also making themselves known are those hailing from Papua, Indonesia’s most eastern province and Kalimantan, home of the Dayaks and one of the largest rainforests in the world. Over the centuries, these groups have kept their cultural roots, yet some have also intermixed, including with non-Indonesians, to form a special group of their own known as Orang Betawi.
Jakarta has its own special Betawi culture, which suggests the string of influences that reached the city’s shores over the centuries. A long process of selectively borrowing and uniquely blending Chinese, Arab, Portuguese and Dutch elements with native ingenuity has produces the colourful, composite Betawi culture. The word “Betawi” is derived from Batavia, the old name of the capital during the Dutch administration.
Pockets of Betawi life are still culturally alive throughout Jakarta with celebrations of wedding and the rhythms of a distinctive style of music. From the Betawi wedding dress alone one gets a glimpse of the many influences that passed through the gateway of the nation.
The Betawi bride wears a gown inspired by the Chinese ceremonial dress. Although there are many variations of the wedding costume, all feature tassels covering the face and a red dress. The bridegroom in striking contrast dons a costume derived from Arab and India sources
Jakarta has its own special Betawi culture, which suggests the string of influences that reached the city’s shores over the centuries. A long process of selectively borrowing and uniquely blending Chinese, Arab, Portuguese and Dutch elements with native ingenuity has produces the colourful, composite Betawi culture. The word “Betawi” is derived from Batavia, the old name of the capital during the Dutch administration.
Pockets of Betawi life are still culturally alive throughout Jakarta with celebrations of wedding and the rhythms of a distinctive style of music. From the Betawi wedding dress alone one gets a glimpse of the many influences that passed through the gateway of the nation.
The Betawi bride wears a gown inspired by the Chinese ceremonial dress. Although there are many variations of the wedding costume, all feature tassels covering the face and a red dress. The bridegroom in striking contrast dons a costume derived from Arab and India sources
Sejarah Jakarta
Posted by
Abi-C
Labels:
jakarta,
sejarah,
sejarah jakarta
0
comments
Jakarta bermula dari sebuah bandar kecil di muara Sungai Ciliwung sekitar 500 tahun silam. Selama berabad-abad kemudian kota bandar ini berkembang menjadi pusat perdagangan internasional yang ramai. Pengetahuan awal mengenai Jakarta terkumpul sedikit melalui berbagai prasasti yang ditemukan di kawasan bandar tersebut. Keterangan mengenai kota Jakarta sampai dengan awal kedatangan para penjelajah Eropa dapat dikatakan sangat sedikit.
Laporan para penulis Eropa abad ke-16 menyebutkan sebuah kota bernama Kalapa, yang tampaknya menjadi bandar utama bagi sebuah kerajaan Hindu bernama Sunda, beribukota Pajajaran, terletak sekitar 40 kilometer di pedalaman, dekat dengan kota Bogor sekarang. Bangsa Portugis merupakan rombongan besar orang-orang Eropa pertama yang datang ke bandar Kalapa. Kota ini kemudian diserang oleh seorang muda usia, bernama Fatahillah, dari sebuah kerajaan yang berdekatan dengan Kalapa. Fatahillah mengubah nama Sunda Kalapa menjadi Jayakarta pada 22 Juni 1527. Tanggal inilah yang kini diperingati sebagai hari lahir kota Jakarta. Orang-orang Belanda datang pada akhir abad ke-16 dan kemudian menguasai Jayakarta.
Nama Jayakarta diganti menjadi Batavia. Keadaan alam Batavia yang berawa-rawa mirip dengan negeri Belanda, tanah air mereka. Mereka pun membangun kanal-kanal untuk melindungi Batavia dari ancaman banjir. Kegiatan pemerintahan kota dipusatkan di sekitar lapangan yang terletak sekitar 500 meter dari bandar. Mereka membangun balai kota yang anggun, yang merupakan kedudukan pusat pemerintahan kota Batavia. Lama-kelamaan kota Batavia berkembang ke arah selatan. Pertumbuhan yang pesat mengakibatkan keadaan lilngkungan cepat rusak, sehingga memaksa penguasa Belanda memindahkan pusat kegiatan pemerintahan ke kawasan yang lebih tinggi letaknya. Wilayah ini dinamakan Weltevreden. Semangat nasionalisme Indonesia di canangkan oleh para mahasiswa di Batavia pada awal abad ke-20.
Sebuah keputusan bersejarah yang dicetuskan pada tahun 1928 yaitu itu Sumpah Pemuda berisi tiga buah butir pernyataan , yaitu bertanah air satu, berbangsa satu, dan menjunjung bahasa persatuan : Indonesia. Selama masa pendudukan Jepang (1942-1945), nama Batavia diubah lagi menjadi Jakarta. Pada tanggal 17 Agustus 1945 Ir. Soekarno membacakan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia di Jakarta dan Sang Saka Merah Putih untuk pertama kalinya dikibarkan. Kedaulatan Indonesia secara resmi diakui pada tahun 1949. Pada saat itu juga Indonesia menjadi anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Pada tahun 1966, Jakarta memperoleh nama resmi Ibukota Republik Indonesia. Hal ini mendorong laju pembangunan gedung-gedung perkantoran pemerintah dan kedutaan negara sahabat. Perkembangan yang cepat memerlukan sebuah rencana induk untuk mengatur pertumbuhan kota Jakarta. Sejak tahun 1966, Jakarta berkembang dengan mantap menjadi sebuah metropolitan modern. Kekayaan budaya berikut pertumbuhannya yang dinamis merupakan sumbangan penting bagi Jakarta menjadi salah satu metropolitan terkemuka pada abad ke-21.
*
Abad ke-14 bernama Sunda Kelapa sebagai pelabuhan Kerajaan Pajajaran.
*
22 Juni 1527 oleh Fatahilah, diganti nama menjadi Jayakarta (tanggal tersebut ditetapkan sebagai hari jadi kota Jakarta keputusan DPR kota sementara No. 6/D/K/1956).
*
4 Maret 1621 oleh Belanda untuk pertama kali bentuk pemerintah kota bernama Stad Batavia.
*
1 April 1905 berubah nama menjadi 'Gemeente Batavia'.
*
8 Januari 1935 berubah nama menjadi Stad Gemeente Batavia.
*
8 Agustus 1942 oleh Jepang diubah namanya menjadi Jakarta Toko Betsu Shi.
*
September 1945 pemerintah kota Jakarta diberi nama Pemerintah Nasional Kota Jakarta.
*
20 Februari 1950 dalam masa Pemerintahan. Pre Federal berubah nama menjadi Stad Gemeente Batavia.
*
24 Maret 1950 diganti menjadi Kota Praj'a Jakarta.
*
18 Januari 1958 kedudukan Jakarta sebagai Daerah swatantra dinamakan Kota Praja Djakarta Raya.
*
Tahun 1961 dengan PP No. 2 tahun 1961 jo UU No. 2 PNPS 1961 dibentuk Pemerintah Daerah Khusus Ibukota Jakarta Raya.
*
31 Agustus 1964 dengan UU No. 10 tahun 1964 dinyatakan Daerah Khusus Ibukota Jakarta Raya tetap sebagai Ibukota Negara Republik Indonesia dengan nama Jakarta.
*
Tahun1999, melalaui uu no 34 tahun 1999 tentang pemerintah provinsi daerah khusus ibukota negara republik Indonesia Jakarta, sebutan pemerintah daerah berubah menjadi pemerintah provinsi dki Jakarta, dengan otoniminya tetap berada ditingkat provinsi dan bukan pada wilyah kota, selain itu wiolyah dki Jakarta dibagi menjadi 6 ( 5 wilayah kotamadya dan satu kabupaten administrative kepulauan seribu)
* Undang-undang Nomor 29 tahun 2007 tentang Pemerintahan Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta sebagai Ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4700);
Last Updated ( Friday, 31 July 2009 05:12 )